BERITA TERKINIDAERAHHEADLINE

Nafas Konservasi Penyu di Desa Mopaano : Diburu Karena Mitos Jamu Kuat

×

Nafas Konservasi Penyu di Desa Mopaano : Diburu Karena Mitos Jamu Kuat

Sebarkan artikel ini
Telur penyu. Foto : Ist.

LAJUR.CO, KENDARI – “Kapok… kapok. Baru sekali tes, hampir mampus gara-gara telur penyu. Seharian leher tegang,” cerita Kadir, pria asal Buton mengenang pengalaman pahit mengetes khasiat telur penyu yang ia beli di pasar.

Bukannya kuat, nyawa Kadir nyaris saja melayang gegara mengonsumsi telur penyu mentah. Bapak satu anak itu adalah satu dari sekian orang yang termakan mitos jitu telur penyu.

Peminat telur penyu memang kebanyakan dari kalangan pria yang percaya telur penyu memiliki efek khusus meningkatkan stamina mereka.

“Ini seperti jamu kuat. Telur bahkan dimakan mentah,” ujar Wa Ode Rusiani, salah satu istri nelayan di Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton diwawancarai medio September 2021.

Namun benarkah telur ini mampu membangkitkan kejantanan pria?

Kementerian Kelautan dan Perikanan, melalui kanal kkp.go.id menjelaskan, tak ditemukan bukti empirik telur penyu mampu menambah stamina pria. Justru sebaliknya, ada efek horor mengonsumsi daging maupun telur penyu. Ini bakal memicu penyakit impoten bagi laki-laki lantaran kandungan kolesterol dalam telur penyu yang terlampau tinggi.

Satu butir telur penyu mengandung kolestrol setara dengan 20 butir telur ayam. Secara spesifik, ini bisa meningkatkan kolestrol dalam tubuh dan pada akhirnya bila terakumulasi akan menyumbat aliran pembuluh darah. Selain efek ngeri impoten, kandungan kolesterol penyu bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke dan berbagai penyakit fatal bagi manusia.

Sebagai spesies dengan daya jelajah tinggi dan usia panjang, penyu menyerap berbagai zat kimia di perairan yang dilalui sepanjang hidupnya. Penyu juga berada di peringkat atas dalam mata rantai makanan. Alhasil berbagai zat pencemar terkandung dalam makanan penyu kemudian terakumulasi dalam tubuhnya.

Mengonsumsi penyu maupun telurnya sama hal memindahkan zat kimia berbahaya tersebut ke tubuh manusia.

Berbagai penelitian menunjukkan, telur penyu bahkan mengandung senyawa beracun yang disebut PCB (polychlorinated biphenyl), suatu senyawa organoklorine yang biasa digunakan dalam industri. Sifat senyawa itu tidak mudah larut di dalam air tetapi larut di dalam minyak atau lemak. Artinya, jika PCB masuk ke dalam tubuh maka sulit untuk dikeluarkan, bahkan tertahan dan terakumulasi secara biologis di dalam jaringan lemak dan akan diturunkan kepada keturunan pengonsumsi. PCB dapat menyebabkan kanker, mengganggu sistem kekebalan tubuh, sistem saraf dan menyebabkan penebalan kulit, serta persisten atau awet di lingkungan.

Nah.. masih mau makan daging dan telur penyu?

Baca Juga :  Proyek Gorden Rumah Dinas DPR Dibatalkan, MAKI: Kalau Tidak, Akan Jadi Kasus Korupsi

Dilindungi namun Diburu

Penyu dewasa. Foto : Ist.

Mitos bahwa telur penyu punya khasiat jitu meningkatkan vitalitas pria menjadi sebab perburuan telur penyu terus terjadi di kawasan pesisir Kabupaten Buton. Padahal pemerintah telah melarang keras segala bentuk perdagangan agar populasi spesies purba ini tidak punah.

Spesies penyu diketahui masuk dalam kategori satwa yang dilindungi dan dijaga kelestariannya. International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan, penyu dengan populasi terancam punah, wajib dilindungi baik dan tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan baik dalam keadaan hidup maupun mati. Ini mencakup telur penyu.

Di Indonesia, pemerintah mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawasan Jenis Tumbuhan dan Satwa, Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Jenis dan Satwa yang Dilindungi, Permen LHK Nomor 106 Tahun 2018 Tentang Perubahan Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 tegas menyebut penyu adalah kategori spesies dilindungi. Telur penyu juga ikut diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Pelaku perdagangan telur penyu bisa diancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Melalui berbagai peraturan ini, Indonesia melindungi 6 jenis penyu yang telah terancam punah. Mulai dari jenis penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang atau ridel (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu hijau (Chelonia mydas) hingga penyu pipih (Natator depressus). Dari beberapa jenis di atas, penyu sisik dan penyu hijau menjadi spesies paling banyak ditemukan bertelur di perairan Buton.

Tapi meskipun berbagai payung aturan hukum telah keluar, penyu dan telurnya masih jadi incaran komoditas yang diperjualbelikan.

Di Kecamatan Lasalimu Selatan Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, telur penyu bahkan dijual bebas di pasar tradisional. Kata Wa Ode Rusiani, harganya dibandrol Rp 2.000 per butir. Telur penyu diperoleh dari pesisir Pantai Koguna, Desa Mopaano Kabupaten Buton yang merupakan tempat migrasi hewan bercangkang tersebut.

Sejauh ini, perburuan telur penyu dari pihak yang tak bertanggungjawab telah menyumbang angka penurunan populasi penyu.

Di pantai berpasir putih Koguna, Desa Mopaano Kabupaten Buton misalnya, perburuan telur masih marak terjadi. Di daerah tersebut, telur penyu paling mudah didapati. Sebab perairan Buton (termasuk Muna dan Kabupaten Konawe) memang merupakan jalur migrasi penyu. Sebagian besar penyu yang ditemukan adalah penyu sisik (Eretmeochelys imbricate) dan penyu hijau (Chelonia mydas).

Baca Juga :  Dua Remaja 'Teler' Dibusur di Depan Toko Ceria Kendari

Kedua jenis ini telah mengalami penurunan populasi tajam sejak perburuan meningkat. Riset ProFauna tahun 2010 menyebutkan, Sulawesi Tenggara menyumbang angka perburuan cukup besar. Dimulai dari Wanci-Wakatobi yang mengirim rata rata 600 penyu ke Bali, Ereke-Buton Utara 250 penyu per tahun, Moramo-Konawe Selatan 240 penyu dan Tikep Muna 25 penyu per tahun. Perdagangan dan konsumsi, dua hal yang memicu penyu-penyu di perairan Sulawesi Tenggara berada dalam tekanan tajam.

Sejumlah lembaga konservasi menunjukkan temuan bahwa penurunan populasi penyu tak hanya disebabkan oleh praktik perikanan yang tak bertanggungjawab, tapi juga faktor perubahan iklim, serta serangan predator bagi penyu. Perburuan penyu, baik untuk perdagangan dan konsumsi ikut menyumbang catatan buruk terhadap populasi penyu di Indonesia.

Kolaborasi PAAP Jaga Habitat Penyu

Potret Pantai Koguna Desa Mopano Kabupaten Buton. Foto : DetikTravel

Pantai Koguna, Desa Mopaano Kabupaten Buton dikenal sebagai lokasi peneluran telur penyu. Tempat ini disinyalir menyuplai telur penyu yang diperjualbelikan di pasar tradisional Buton.

Pada musim tertentu, penyu berukuran besar, dengan lingkar karapas sekitar 50 centimeter datang, menggali sarang dan bertelur. Sekali bertelur, 90 hingga 180 an butir bersarang dengan nyaman di pasir.

Seringkali saat penyu pergi, berbagai predator alami mulai berdatangan, salah satunya biawak. Lainnya, tentu saja manusia.

“Orang orang sini yang berburu telur,” kata Wa Ode Rusiani.

Suami Wa Ode Rusiani, La Ode Awaludin atau Pak Awal adalah nelayan di perairan Mopaano. Puluhan tahun melakoni profesi ini, ia telah belajar mengamati kaitan antara penyu dan ikan yang ditangkapnya.

Divisi Pemantauan PAAP Lasinta Lape-Lape, Pak Awal.

Marak pengambilan telur penyu ikut memicu keprihatinan Pak Awal. Ia lalu bergabung dalam Divisi Pemantauan PAAP Lasinta Lape-Lape, sebuah kelompok yang dibentuk oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Buton bekerjasama dengan Rare Indonesia.

Tugas Pak Awal adalah mengajak orang-orang di kampungnya untuk ikut melestarikan penyu, serta memproteksi populasi ikan dengan cara ‘tidak mengambil ikan’ di Kawasan Larang Ambil (KLA) atau zona larang tangkap sebagaimana kampanye PAAP.

Ini memang tak mudah. “Tapi setelah dua tahun bergerak bersama, saya bisa melihat banyak nelayan mulai paham pentingnya menjaga alam di sini. Mereka bahkan ikut menjaga habitat penyu,” kata Pak Awal.

Ia tak hanya melakukan pemantauan tapi juga melindungi sarang penyu dan memperketat proses penangkaran di areal pantai. “Ini baru uji coba. Kami berharap telur menetas dan segera menjadi tukik yang siap lepas di pantai,” ceritanya.

Baca Juga :  Mahasiswa Asing Kini Bisa Kuliah di IAIN Kendari, Ada Beasiswa Internasional

Penangkaran penyu diaplikasikan dengan sistem proteksi waring. Jadi sekeliling sarang dilindungi dengan waring. Selain berfungsi sebagai penanda, waring juga menjadi pagar yang menjaga sarang penyu dari serangan predator alami.

“Tapi, ini tidak selalu sukses. Pengalaman kami, hanya sekitar 50% telur yang berhasil menetas,” ujarnya.

Lokasi peneluran yang jauh menjadi salah satu hambatan pengawasan tak bisa maksimal.

“Kadang perlu satu bulan melakukan pengawasan di areal peneluran. Kalau kami pergi, telur itu bisa saja diambil orang atau dimakan biawak,” timpal Wa Ode Rusiani.

Tapi tak semua warga setuju. Pak Awal pernah merasakan diprotes warga yang merasa pekerjaannya sebagai pemburu telur penyu terancam oleh petugas divisi pemantauan PAAP Lasinta Lape-Lape.

“Sampai pernah saya ditagih untuk membayar ganti rugi ratusan telur penyu,” ceritanya.

“Kalau diberi tahu, hey..jangan ambil telur penyu itu, mereka marah dan bilang..kalian harus bayar ganti rugi. Aduh, mau ambil darimana uangnya?” tambah Wa Ode Rusiani.

Pengetahuan Minim

Minimnya kesadaran warga Desa Mopaano atas perlindungan penyu menjadi salah satu alasan aksi perburuan telur hewan bercangkang ini sulit dibendung. Pak Awal bisa melihat kaitan antara keberadaan penyu di laut dengan kesehatan ekosistem. Ia tahu hubungan erat antara penyu dan ekosistem laut. Tapi masih lebih banyak warga yang tidak memahami ini.

Populasi penyu sejatinya punya peranan penting dalam menjaga keseimbangan rantai makanan di laut. Jika populasinya punah, maka berakibat buruk terhadap populasi ikan di laut, sumber penghidupan bagi masyarakat nelayan.

Sebab, menjaga penyu secara tidak langsung merawat benih ikan yang bertebaran di laut lepas. Penyu adalah pemangsa ubur-ubur. Keberadaan penyu di laut akan menekan populasi ubur-ubur yang merupakan predator utama lava ikan.

Dalam seminar LIPI digelar daring pada September 2020, secara umum ada empat dampak utama yang paling terasa dari meledaknya populasi ubur-ubur. Pertama adalah mengurangi produksi perikanan, mengganggu sektor pariwisata, mengganggu ketahanan energi, dan terakhir, sosio-ekonomi.

Karena ubur-ubur merupakan predator larva ikan yang sangat produktif, ledakan populasi ubur-ubur membuat pertumbuhan populasi ikan cukup terganggu. Satu ekor ubur-ubur saja bisa memangsa hingga 120 ekor larva ikan dalam sehari.

Laporan : Siti Marlina

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x